Berpengharapan Baik Kepada Allah


Mempertajam Mata Bathin


small rss seocips Putar Suara
Berpenghrapan Baik Kepada Allah

Berpengharapan baik kepada Allah disebut raja'. Diterangkan bahwa suatu ketika Al-'Alla bin Zaid bertamu ke rumah Malik bin Dinar. Ia melihat Syahr bin Hausyab berada di dekat Malik. Pada suatu kesempatan, Al-'Alla berkata kepada Syahr, "Mudah-mudahan Allah merahmati engkau.

Berilah aku nasihat, maka Allah akan membekalimu. "Syahr berkata, "Ya. Bibiku Ummu Darda' pernah bercerita tentang hadis dari Abu Darda' yang diperoleh dari Rasulullah. Hadis itu menceritakan tentang bagaimana Jibril mengajar beliau saw. :

Hadist Tentang Raja'


Tuhan kamu sekalian berfirman: Wahai hambaKu, jika engkau beribadah kepadaKu, berharaplah bertemu denganKu dan tidak menyekutukan sedikitpun pada Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu, sekalipun kamu datang dengan membawa dosa sebesar bumi. Aku akan mengampuni, dan tidak mempedulikan.

Berita yang disampaikan Jibril kepada Rasulullah saw. mengandung harapan bagi orang beriman. Sehingga tepatlah para penempuh jalan sufi jika ia mendaki tangga hakikat dengan memasang harapan agar bisa bertemu Allah. Menempuh jalan sufi, di mulai dengan taubat
. Di Dalam Taubat terkandung makna rasa ketakutan. Taubatnya orang awwam, karena takut terhadap ancaman siksa. Taubatnya orang khawwas, karena takut jauh dari Allah.

Di dalam taubat
juga terkandung harap. Harapan itu ialah, ingin mendapatkan ampunan dari Allah. Sedangkan harapan bagi orang khawwas ialah ingin mendapatkan derajat (kemuliaan) di sisi Allah.

Hadis yang memberikan informasi tentang terbukanya harapan bagi para hamba yang beriman, misalnya yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. Menyampaikan firman Allah swt. :
Hadis Tentang Raja'

"Wahai malaikat, keluarkanlah dari api neraka orang yang di dalam hatinya terdapat iman meskipun (hanya) seberat biji kurma." Allah swt. juga berfirman, "Keluarkanlah dari api neraka orang yang di dalam hatinya terdapat iman meskipun seberat biji gandum." Setelah itu Allah menegaskan, "Demi kemuliaan dan keagunganKu, orang yang beriman kepadaKu meskipun satu detik di waktu malam atau siang tidak akan Aku jadikan seperti orang yang tidak beriman."
{HR. Bukhari}

Sejauh manakah seseorang dikatakan memiliki sikap raja"? Menurut Syekh Al Mirmani, tanda raja' adalah kebaikan taat. Jadi orang yang mempunyai harapan dan prasangka baik kepada Allah, tentu sikap dan akhlaknya senantiasa dihiasi oleh amal taat.
Abdullah bin Kubiq berpendapat bahwa raja' itu dapat dibedakan menjadi tiga hal. Pertama ialah orang yang mengerjakan pekerjaan baik dan berharap dapat di terima. Kedua, orang yang melakukan kejahatan lalu bertaubat
dan mengharap ampunan. Ketiga, orang yang berdusta dan tidak mengulangi kedustaannya, lalu berharap ampunan. Barangsiapa yang menyadari dirinya berbuat jahat, seharusnya dia bersikap khauf (takut) daripada bersikap raja.

Seseorang belum dianggap raja' jika ia masih meragukan kemurahan Allah. Jika di dalam hati telah tertanam raja' maka haruslah didahului dengan i'tikad bahwa Allah itu sangat Pemurah. Dengan demikian ia akan berusaha untuk menjadikan hatinya berlemah lembut dan berprasangka baik sehingga terasa ada kedekatan dengan Allah.

Ulama-ulama salaf di jaman dahulu, memiliki sikap raja' dan rasa khauf kepada Allah. Rasa khauf itu karena kecemasannya, jangan-jangan ibadahnya tidak sempurna sehingga masih belum mampu memenuhi kesempurnaan dalam pengabdiannya kepada Allah. Ka'bul Ahbar ra. berkata, "Demi Dzat yang nyawaku di tangannya. Aku menangis karena takut kepada Allah sehingga mengalir air mata pada kedua pipiku. Ini adalah sesuatu yang sangat kucintai (kugemari) daripada bersedekah dengan sebuah bukit emas."

Yahya bin Muadz berkata, "Barangsiapa yang menyembah Allah dengan rasa takut secara murni (tidak dengan harapan), maka ia tenggelam di dalam lautan bertafakur (berfikir).  Barangsiapa yang menyembah Allah dengan harapan secara murni (tanpa disertai rasa takut), maka ia berjalan di padang pasir ketertipuan. Dan barangsiapa menyembah kepada Allah dengan rasa takut dan harap, maka ia berjalan lurus dalam tempat hujan berdzikir.

Hujjatul Syeckh Imam Al Ghazali berkata, "Sesungguhnya tempat kembali itu adalah Allah. Datang dengan kematian itu menuju kepadaNya. Barangsiapa yang datang kepada Yang dicintainya, pasti besar kegembiraannya menurut kadar kecintaannya. Barangsiapa yang berpisah dengan Yang dicintai, pasti besarlah penderitaan dan siksaannya. Apabila seseorang ketika menjelang ajal tetapi masih besar rasa cintanya kepada keluarga, anak, harta tempat tinggal, kedudukan dan lain-lain, maka berarti hatinya masih kuat terikat dengan duniawi. Maka dunia itulah surganya. Jika seseorang itu mati, maka ia keluar meninggalkan surganya dan meninggalkan semua yang sangat di cintainya. Dalam perjalanan setelah kematian, ia tidak akan pernah bertemu dengan Allah SWT. Pertanda, ia mengalami nasib buruk yang tiada pernah berakhir. Berbeda dengan orang, yang ketika ajal lebih mencintai Allah dan rindu kepadaNya, maka hatinya sama sekali tidak terikat dengan duniawi. Ia tidak pernah berat meninggalkan dunianya. Bahkan karena rindunya kepada Allah sangat menggebu-gebu, maka kematiannya justru sebagai suatu yang menggembirakan. ia mati bagaikan terbebas dari penjara untuk menuju surga dan menuju 'pertemua' dengan Yang dicintainya."

Sesungguhnya tempat terkabulnya doa hanyalah berusaha mencintai Allah. Inilah harapan dan prasangka baik kepadaNya. Dalam pandangan sufi, hal itu tidak akan bisa diraih kecuali membebaskan hati dari kecintaan terhadap duniawi; membebaskan kecintaannya terhadap harta, kemegahan, kedudukan, teman, sanak saudara, handai tolan, anak dan istri. Artinya, kecintaan terhadap mereka terkalahkan dengan rasa cintanya kepada Allah. Oleh karena itu Rasulullah saw. berdoa demikian ini :
Doa Rasulullah Tentang Raja'

Wahai Allah, Tuhan kami! Berilah kami rejeki, (jadikanlah hatiku untuk) mencintaiMu, mencintai orang yang mencintaiMu, dan mencintai hal-hal yang dapat mendekatkan kami kepada sikap MencintaiMu, dan mencintai hal-hal yang dapat mendekatkan kami kepada sikap mencintaiMu. Jadikanlah kecintaan kepadaMu itu lebih menyintai kepadaku daripada air yang dingin. [HR. At Turmidzi dari Abu Darda']

Imam Ghazali menegaskan, "Kuatnya harapan ketika menghadapi maut itu lebih patut karena dapat menimbulkan rasa cinta kasih kepada Allah. Dan kuatnya rasa takut jauh sebelum mati itu lebih patut karena dapat membakar api nafsu syahwat dan melemahkan kecintaan terhadap duniawi. Oleh karena itu, Rasulullah saw. bersabda :
Hadis Tentang Berbaik Sangka Kepada Allah

Janganlah salah seorang di antara kamu mati, melainkan ia berbaik sangka kepada Tuhannya. "[HR. Muslim dari Jabir]

Allah Taala berfirman dalam hadis Qudsi:
Hadis Qudsi Tentang Berharap Pada Allah

Aku menurut sangkaan hambaKu terhadapKu, Maka hendaklah hambaKu itu berprasangka denganKu apa yang dikehendakinya. [HR. Ibu Abidun-ya, Hakim, Ibnu Hibban dan Baihaqi]

Orang-orang yang telah mencapai ma'rifatullah, ketika ajal menjemput, ia dalam keadaan tenang. Karena dirinya sebentar lagi keluar dari penjara dunia dan menuju kepada Sang Kekasih. Hatinya dipenuhi harapan baik terhadap Allah. Oleh karena itu ketika menderita sakit dan hampir menemui ajal, orang-orang sibuk mengerumuni Dun Nun al-Mishri. Mereka sama-sama bersedih. Namun Dzun Nun justru berkata, "Jangan kalian menyibukkan diri karena aku sudah memperoleh karunia Allah yang selalu bersamaku."

Yahya bin Muadz berdoa, "Wahai Allah, beberapa rahmat akan kuhiaskan di dalam hatiku untuk mengharapkanMu. Beberapa ucapan akan kutancapkan di dalam mulutku untuk memujiMu, dan sebuah waktu (detik, menit, jam) akan kucintakan di dalam diriku agar bisa berjumpa denganMu."
Amanah

Membuka Mata Bathin
Zuhud

Postingan populer dari blog ini

HINDARI BERAMAL DEMI MENCARI POPULARITAS

Keagungan dan Keindahan Ilahi | Menundukan Diri Sendiri | Wasiat dari Wali Allah Syeh Abdul Qadir Al-Jailani

Ketika Anda Terhalang Mengenal Allah

Arti Kesehatanmu

Etika Bisnis