Riyadha Untuk Menguasai Nafsu

Riyadha Untuk Menguasai Nafsu Untuk Mempertajam Mata Bathin dan Indra Keenam


Menguasai Nafsu

QS. Al Hasyr 18

Dan hendaklah setiap diri (seseorang) memperhatikan apa yang dia ajukan untuk hari esok. Yakni apa yang dia kerjakan untuk hari Kiamat. [QS. Al Hasyr 18]

Al-Hujjatul Syeh Imam Al Ghazali berpesan: Ketahuilah wahai manusia, sesungguhnya nafsu yang selalu memerintahkan kejahatan (nafsu amarah) adalah lebih jahat dan lebih gencar memusuhimu daripada iblis. Setan bisa menjadi kuat menguasaimu hanya dengan pertolongan hawa nafsu dan kesenangan-kesenangannya. Untuk itu jangan sampai nafsu menipumu dengan angan-angan kosong dan dengan tipu daya. Karena di antara ciri khas nafsu adalah merasa aman, lengah, santai, lampat dan malas. Jadi semua ajakannya adalah batil dan segala sesuatu yang timbul darinya adalah tipu daya belaka. Jika engkau puas dengannya dan mengikuti perintahnya, engkau tentu celaka. Jika engkau lengah menelitinya, engkau akan tenggelam. Jika engkau lemah untuk melawannya dan mengikuti saja kesenangannya, tentu dia akan membimbingmu ke neraka. Nafsu itu bukanlah sesuatu yang dapat diarahkah menuju kebaikan. Dia adalah pangkal setiap bencana dan sumber aib. Nafsu tempat simpanan kekayaan iblis dan tempat berlindung setiap kejahatan yang tidak akan mengetahui nafsu itu kecuali Tuhan yang menciptakannya. Maka hendaknya engkau takut kepada Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”


Jika seseorang berpikir tentang umurnya yang telah berlalu dalam mencari akhirat, maka pemikiran ini dapat membersihkan hati. Dapat mempertajam mata batin dan indra keenamnya. Rasulullah saw. bersabda, “Berpikir satu jam lebih baik daripada beribadah setahun.”


Bagi orang-orang berakal hendaknya segera bertaubat dari dosa-dosanya yang telah lalu. Kemudian bertafakur (berpikir) terhadap hal-hal yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah. Memikirkan apa kiranya yang dapat menyelamatkan kelak di kampung akhirat. Karena itu hendaknya memupus angan-angan kosong. Seharusnya pula ia segera bertaubat dan ingat kepada Allah, meninggalkan larangan-laranganNya, berusaha menjadi orang yang sabar dan tidak mengikuti keinginan hawa nafsunya. Karena nafsu itu ibarat berhala, maka barangsiapa mengabdi kepada nafsunya, berarti dia telah mengabdi kepada berhala. Barangsiapa mengabdi kepada Allah dengan ikhlas, maka dialah orang yang mau mengalahkan hawa nafsunya.


Sesungguhnya telah banyak dicontohkan oleh para sahabat dan ulama salafus sufi, bagaimana mereka mengekang hawa nafsunya. Seperti halnya Malik bin Dinar, yang dikenal kaya itu. Suatu ketika nafsunya sangat ingin merasakan buah tin. Namun akhirnya Malik bin Dinar mencegahnya.


Diceritakan bahwa suatu hari Malik bin Dinar berjalan di pasar Basrah. Ia melihat pedagang yang menjual buah tin. Kebetulan saat itu ia tidak membawa uang. Karena sangat ingin merasakan buah tin, maka dicopotlah sandalnya untuk ditukar dengan buah tin. “Bolehkah aku menukar sandal ini dengan beberapa buah tin yang kau jual?” kata Malik bin Dinar kepada pedagang buah tin. Namun pedagang menolak, “Sandalmu tidaklah cukup


untuk ditukar dengan sebuah tin.” Malik bin Dinar pun berlalu meninggalkan pedagang tersebut.


Sepeninggal Malik bin Dinar, seorang kawan pedagang berbisik, “Apakah engkau tidak tahu,-siapa orang yang menukar sandalnya dengan buah tin tadi?” Pedagang tin penasaran, “Siapakah dia?” Jawab temannya, “Sesungguhnya dia adalah Malik bin Dinar, orang terkaya di Baghdad.” Maka pedagang tin tersebut mengisi buah tin senampan penuh lalu menyuruh pegawainya untuk menyusul Malik bin Dinar. Kata pedagang kepada pelayannya, “Seandainya Malik bin Dinar mau menerima buah tin ini, tentu engkau akan merdeka sebagai budak seketika. Maka susullah dia dan berikan buah tin ini! ”


Budak (pelayan) tersebut berlari menyusul Malik bin Dinar. “Terimalah buah tin ini dariku! ” ujar sang budak. Namun Malik bin Dinar menolak. Ia telah mampu menahan nafsunya untuk merasakan buah tin. Kata budak membujuk, “Terimalah karena di dalamnya mengandung kemerdekaanku sebagai budak. ” Jawab Malik bin Dinar, “Tidak. Aku telah mengekang hawa nafsuku dari buah tin. Kalau di dalamnya terdapat kemerdekaanmu, maka di dalamnya pun mengandung siksa bagiku. Aku bersumpah tidak akan menjual agama dengan tin dan aku tidak akan memakan buah itu sampai kiamat.”


Diceritakan pula, menjelang kematiannya, Malik bin Dinar menderita sakit. Sesungguhnya saat itu dia sangat ingin merasakan semangkuk mau dan susu untuk dicampur dengan roti panas. Seorang pelayan kemudian membawakannya. Namun Malik bin Dinar mengekang nafsunya untuk merasakan makanan itu. Bahkan ia menyingkirkannya, seraya berkata, “Wahai nafsu, engkau telah bersabar selama tiga puluh tahun dan umurmu sekarang


tinggal sesaat saja. ” Dia membuang mangkuk dan menahan keinginannya hingga meninggal dunia.


Ali bin Abu Thalib berkata, “Aku dan nafsuku ibarat seorang penggembala dengan kambingnya. Setiap dia mengumpulkan kambing-kambing dari satu arah, maka berpencarlah mereka dari arah yang lain. Barangsiapa yang membunuh nafsunya, dia akan dibungkus dengan kafan rahmat dan dikubur dalam bumi kemuliaan. Dan 'barangsiapa yang membunuh hatinya, maka dia akan mati dalam kafan laknat dan dikubur dalam bumi siksa. ”


Yahya bin Muadz berpesan, “Perangilah nafsumu dengan ketaatan kepada Allah dan riyadha. Riyadha adalah meninggalkan tidur, sedikit bicara, bertahan dari gangguan manusia, dan sedikit makan. Dari sedikit tidur, keinginan-keinginan hati menjadi baik, dari sedikit bicara akan selamat dari bahaya, dari kesabaran menghadapi gangguan manusia akan mencapai kemuliaan tinggi dan dari sedikit makan akan lenyap kesenangan nafsu.”


Dapatlah disimpulkan bahwa jika seseorang banyak makan, banyak tidur, maka ia akan dikuasai hawa nafsunya, dan gelaplah mata hatinya serta tumpul otaknya dalam bertafakur. Oleh sebab itu, semaksimal mungkin seseorang harus melemahkan hawa nafsunya agar hati mendapatkan cahaya Ilahi.
Menumbuhkan Cinta Sejati
Membuka Mata Bathin
Meninggalkan Syubhat

Postingan populer dari blog ini

HINDARI BERAMAL DEMI MENCARI POPULARITAS

Keagungan dan Keindahan Ilahi | Menundukan Diri Sendiri | Wasiat dari Wali Allah Syeh Abdul Qadir Al-Jailani

Ketika Anda Terhalang Mengenal Allah

Arti Kesehatanmu

Etika Bisnis